KATA PENGANTAR
Puji syukur dan rahmat dari
Allah S.W.T, karena berkat Rahmat-Nya saya masih diberikan kesehatan dan
kesempatan sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ini. Dalam makalah ini saya
menghadirkan pengayaan bahan materi kuliah yang berjudul Pengantar Perpajakan.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun
pedoman bagi para pembaca.
Harapan saya semoga makalah
ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca. Dan tidak
sedikit dari pembaca untuk memberikan masukan dan saran sehingga saya dapat
memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Keterbatasan sumber merupakan
penghambat dalam lengkapnya makalah ini namun sebagian besar saya menitik
beratkan pada objek kajian berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh para ahli
yang umumnya menjadi materi kuliah bagi mahasiswa. Makalah ini saya akui masih
banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki masih sangat kurang. Oleh
kerena itu saya mengharapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Palembang, Februari 2014
Muhammad Akbar
DAFTAR ISI
COVER
…………………..……………………………………….……………………… 1
KATA PENGANTAR …………………………………………..………………………... 2
DAFTAR ISI ………………………..……………………………………………………. 3
BAB 1 PENDAHULUAN ……………………………………………………………….. 5
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 5
1.2 Perumusan Masalah
……….............................................................................. 5
1.3 Tujuan Penulisan ……..................................................................................... 6
1.4
Manfaat Penulisan
………............................................................................... 6
BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………………………….... 7
2.1 Keberatan……..………..................................................................................... 7
2.1.1 Hal-hal yang Dapat Diajukan Keberatan
…….………………………. . 7
2.1.2 Ketentuan
Pengajuan Keberatan
………………………………………. 7
2.1.3 Jangka
Waktu Pengajuan Keberatan
………………………………….. 7
2.1.4 Penyelesaian
Keberatan
……………………………………………….. 8
2.1.5 Permintaan
Penjelasan/Pemberian Keterangan Tambahan …………… 8
2.1.6 Surat Keputusan Keberatan
…………………………………………… 8
2.2 Banding ……………………………………………………………………… 8
2.2.1 Tata
Cara Pengajuan Permohonan Banding ………………………….. 8
2.2.2 Imbalan dan Bunga …………………………………………………… 9
2.3 Gugatan ..……….............................................................................................. 9
2.3.1 Syarat Pengajuan Gugatan ……...…………………………………...... 9
2.3.2 Jangka Waktu Pengajuan Gugatan .…………………………………... 9
2.4 Peninjauan Kembali (PK)
…………………………………………………… 9
2.4.1 Alasan-alasan Peninjauan Kembali
…………....……………………… 9
2.4.2 Jangka Waktu Peninjauan Kembali
………………….……………….. 10
2.4.3 Putusan Banding ………...……………………………………………. 10
2.5 Pemeriksaan Pajak ….……………………………………………………….. 10
2.5.1 Pengertian dan Dasar Hukum Pemeriksaan
Pajak ...…………………. 10
2.5.2 Jenis-jenis Pemeriksaan ………….…………………………………… 12
2.5.3 Ruang Lingkup Pemeriksaaan ..………………………………………. 13
2.5.4 Norma Pemeriksaan ….………………………………………………. 14
2.5.5 Teknik Pemeriksaan Pajak ….…...…………………………………… 15
2.5.6 Metode Pemeriksaan Pajak …………………………………………... 17
2.6 Penyidikan ………………………………………………………………….. 20
2.6.1 Pengertian Penyidikan Pajak …………………………………………. 20
2.6.2 Dasar Hukum …………………………………………………………. 21
2.6.3 Unsur-unsur Tindak Pidana di Bidang
Perpajakan ………………….... 22
BAB III PENUTUP ……………………………………………………………………… 23
3.1 Kesimpulan
…………………........................................................................... 23
3.2
Saran …………….............................................................................................. 24
DAFTAR PUSTAKA
…………………………………………………………………….. 25
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Negara
Indonesia adalah Negara Hukum berdasarkan UUD 45 yang menjunjung tinggi hak dan
kewajiban setiap orang. Pajak merupakan wujud dari peran serta masyarakat dalam
mendukung pembangunan maupun perekonomian di Indonesia, sehingga dapat
meningkatkan kesadaran dan rasa tanggung jawab, Peran pajak bagi suatu Negara
menjadi sangat dominan. Yang berhak memungut pajak hanyalah Negara, iuran
tersebut berupa uang, bukan barang. Namun sayang, dari adanya proses pemungutan
pajak ini, sebagian besar dari masyarakat kita yang tidak perduli terhadap
pajaknya. Hingga pada suatu saat seorang fiskus mendatangi wajib pajak untuk
menagih hak negara untuk memungut pajak, wajib pajak bahkan menolak untuk
membayar pajak yang terutang. Dari sinilah muncul berbagai konflik internal
antara wajib pajak dengan fiskus pajak.
Dari masalah
tersebut, banyak masyarakat kita yang juga tidak tahu banyak tentang pengajuan
keberatan adanya penagihan dan/atau kesalahan yang dilakukan serta tidak
mengetahui proses dan tindak lanjut dari keberatan tersebut.
Oleh karena
itu, dengan dibuatnya makalah ini diharapkan dapat membantu baik seorang wajib
pajak maupun fiskus tersebut.
1.2 PERUMUSAN
MASALAH
1.
Apa
yang menyangkut dengan keberatan dalam perpajakan?
2.
Hal apa
saja yang menyangkut dengan banding dalam perpajakan?
3.
Apa
sajakah yang menyangkut dengan gugatan dalam perpajakan?
4.
Hal apa
sajakah yang menjadi peninjauan kembali dalam perpajakan?
5.
Hal apa
sajakah yang menjadi pemeriksaan dalam perpajakan?
6.
Hal apa
sajakah yang menyangkut dengan penyidikan dalam perpajakan?
1.3 TUJUAN
PENULISAN
1 Agar pembaca dapat mengetahui dan memahami keberatan,
banding, gugatan, peninjauan kembali, pemeriksaan, dan penyidikan dalam
perpajakan.
2 Agar pembaca dapat memahami bagaimana alur
dan proses dan tindak lanjut dari keberatan, banding, gugatan, dan peninjauan
kembali serta pemeriksaan dan penyidikan dalam perpajakan.
1.4
MANFAAT PENULISAN
1.
Pembaca
dapat menerapkan alur dan proses pengajuan keberatan, banding dan gugatan,
serta peninjauan kembali.
2.
Memberikan
ilmu pengetahuan tentang proses pengajuan keberatan hingga peninjauan kembali,
serta pemeriksaaan dan penyidikan dalam perpajakan.
3.
Menjadi
pedoman pembaca dalam pelaksanaan pengajuan keberatan, banding, gugatan,
peninjauan kembali, dan pemeriksaan serta penyidikan dalam perpajakan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
KEBERATAN
Keberatan adalah cara yang ditempuh oleh wajib
Pajak jika merasa tidak/kurang puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan
kepadanya atau atas pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga.
Dalam pelaksanaan ketentua peraturan
perundang-undangan perpajakan kemungkinan terjadi bahwa Wajib Pajak (WP) merasa
kurang/ tidak puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau
atas pemotongan/ pemungutan oleh pihak ketiga. Dalam hal ini WP dapat
mengajukan keberatan.
2.1.1 Hal-hal
yang Dapat Diajukan Keberatan
Wajib
Pajak dapat mengajukan keberatan atas:
- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);
- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT);
- Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB);
- Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN);
- Pemotongan atau Pemungutan oleh pihak ketiga
2.1.2 Ketentuan
Pengajuan Keberatan
Keberatan diajukan kepada Kepala Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) di tempat WP terdaftar, dengan syarat:
- Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia.
- Wajib menyebutkan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan WP dan disertai alasan-alasan yang jelas.
- Satu keberatan harus diajukan untuk satu jenis pajak dan satu tahun/ masa pajak.
Pengajuan keberatan tidak menunda
kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak dan keberatan yang
tidak memenuhi syarat, dianggap bukan Surat Keberatan, sehingga tidak diproses.
Mulai 1 Januari 2008 dalam hal Wajib Pajak
mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak, Wajib Pajak wajib melunasi
pajak yang harus dibayar paling sedikit sejumlah yang disetujui Wajib Pajak
dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan.
2.1.3 Jangka
Waktu Pengajuan Keberatan
Keberatan harus diajukan dalam Jangka waktu 3
(tiga) bulan sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak tanggal
dilakukan pemotongan/ pemungutan oleh pihak ketiga.
- Untuk surat keberatan yang disampaikan langsung ke KPP, maka jangka waktu 3 (tiga) bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak dilakukan pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga sampai saat keberatan diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak.
- Untuk surat keberatan yang disampaikan melalui pos (harus dengan pos tercatat), jangka waktu 3 bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak dilakukan pemotongan/ pemungutan oleh pihak ketiga sampai dengan tanggal tanda bukti pengiriman melalui Kantor Pos dan Giro.
Jika lewat tiga bulan, surat keberatan tidak
dianggap karena tidak memenuhi syarat formal.Tetapi juga membolehkan jangka
waktu lebih dari tiga bulan jika “dalam keadaan diluar kekuasaannya.” Inilah
klausul yang sering dimanfaatkan oleh Wajib Pajak.Pengajuan Keberatan tidak
menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.
2.1.4 Penyelesaian
Keberatan
Direktur Jenderal Pajak dalam jangka
waktu paling lama 12 (dua betas) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima,
harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan. Apabila dalam jangka
waktu 12 (dua belas ) telah lewat dan Direktorat Jenderal Pajak tidak memberi
suatu keputusan, maka keberatan yang diajukan tersebut dianggap diterima.
Keputusan keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak
atau menambah besarnya jumlah pajak terhutang.
2.1.5 Permintaan
Penjelasan/Pemberian Keterangan Tambahan
- Untuk keperluan pengajuan keberatan WP dapat meminta penjelasan/ keterangan tambahan dan Kepala KPP wajib memberikan penjelasan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan, pemotongan, atau pemungutan.
- WP dapat menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis sebelum surat keputusan keberatannya diterbitkan.
2.1.6
Surat Keputusan Keberatan
Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan
atas keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau
pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.
2.2
BANDING
SK Keberatan tidak dapat menjadi Wajib Pajak puas.
Masih ada satu kesempatan lagi bagi Wajib Pajak untuk menguji pendapatnya,
yaitu melalui proses banding ke Pengadilan Pajak.
2.2.1 Tata
Cara Pengajuan Permohonan Banding
Apabila Wajib Pajak tidak atau belum puas dengan
keputusan yang diberikan atas keberatan, Wajib Pajak dapat mengajukan banding
kepada Pengadilan Pajak, dengan syarat:
- Tertulis dalam bahasa Indonesia,
- Dalam jangka waktu 3 bulan sejak keputusan atas keberatan diterima.
- Alasan yang jelas.
- Dilampiri salinan Surat Keputusan atas keberatan.
- Terhadap satu keputusan diajukan satu surat banding,
- Jumlah pajak yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50%.
Pengajuan permohonan banding tidak menunda
kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak. Putusan Pengadilan
Pajak bukan merupakan keputusan Tata Usaha Negara.
2.2.2 Imbalan
Bunga
Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding
diterima sebagian atau seluruhnya, sepanjang utang pajak sebagaimana dimaksud
dalam SKPKB dan SKPKBT telah dibayar yang menyebabkan kelebihan pembayaran
pajak, maka kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan
bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan, paling lama 24 (dua puluh empat) bulan
dihitung sejak tanggal pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Keputusan
Keberatan atau Putusan Banding.
2.3
GUGATAN
2.3.1 Syarat Pengajuan Gugatan
Wajib
Pajak atau Penanggung Pajak dapat mengajukan gugatan kepada PP terhadap :
- Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang;
- Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26 UU KUP;
- Keputusan pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 UU KUP yang berkaitan dengan STP;
- Keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 yang berkaitan dengan STP;
2.3.2 Jangka
Waktu Pengajuan Gugatan
- Gugatan terhadap angka 1 diajukan paling lambat 14 hari sejak pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan atau Pengumuman Lelang;
- Gugatan terhadap angka 2, 3, dan 4 diajukan paling lambat 30 hari sejak tanggal diterima Keputusan yang digugat.
2.4 PENINJAUAN
KEMBALI
Apabila
pihak yang bersangkutan tidak/belum puas dengan putusan Pengadilan Pajak, maka
pihak yang bersengketa dapat mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah
Agung melalui Pengadilan Pajak dan hanya dapat diajukan satu kali
2.4.1 Alasan-alasan Peninjauan Kembali
- Putusan Pengadilan Pajak didasarkan pada kebohongan atau tipu muslihat;
- Terdapat bukti tertulis baru penting dan bersifat menentukan;
- Dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari yang dituntut.
- Ada suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya;
- Putusan nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
2.4.2 Jangka
Waktu Peninjauan Kembali
- Permohonan Peninjauan Kembali dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan 2 diajukan paling lambat 3 bulan sejak diketahuinya kebohongan atau tipu muslihat atau ditemukan bukti tertulis baru;
- Permohonan Peninjauan Kembali dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam angka 3, 4, dan 5 diajukan paling lambat 3 bulan sejak putusan dikirim oleh Pengadilan Pajak.
2.4.3 Putusan Banding
Putusan Banding adalah surat terbanding
kepada Pengadilan Pajak yang berisi jawaban atas alasan banding yang diajukan
oleh pemohon banding.Putusan Banding merupakan putusan akhir dan mempunyai
kekuatan hukum tetap, serta bukan Keputusan Tata Usaha Negara Dalam sejarah
banding, jika dibuatkan prosentase Putusan Banding, maka sebagian besar Putusan
Banding berpihak ke Wajib Pajak.
Apabila pengajuan keberatan atau
permohonan banding diterima sebagian atau seluruhnya maka kelebihan pembayaran
dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% sebulan, untuk
selama-lamanya 24 bulan.
Sumber:
Bahan Ajar Prodip I Kepabeanan dan
Cukai STAN
2.5
PEMERIKSAAN PAJAK
2.5.1
Pengertian Dan Dasar Hukum Pemeriksaan
Pajak
Pemeriksaan menurut UU KUP Pasal 1 angka 24 adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, dan mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Karena sistem perpajakan adalah self assessment, maka penting untuk menguji kepatuhan WP apakah dia sudah mengikuti batas-batas yang ditentukan oleh UU atau tidak. Bagaimanakah kriteria Wajib Pajak patuh yg ditetapkan pemerintah? Menurut Kepmen No. 544/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000 disebutkan bahwa kriteria wajib pajak patuh adalah:
Pemeriksaan menurut UU KUP Pasal 1 angka 24 adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, dan mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Karena sistem perpajakan adalah self assessment, maka penting untuk menguji kepatuhan WP apakah dia sudah mengikuti batas-batas yang ditentukan oleh UU atau tidak. Bagaimanakah kriteria Wajib Pajak patuh yg ditetapkan pemerintah? Menurut Kepmen No. 544/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000 disebutkan bahwa kriteria wajib pajak patuh adalah:
1.
Tepat waktu dalam menyampaikan surat
pemberitahuan untuk semua jenis pajak dalam 2 (dua) tahun terakhir.
2.
Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk
semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda
membayar pajak.
3.
Tidak pernah dijatuhi hukuman karena
melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 (sepuluh)
tahun terakhir.
4.
Dalam 2 (dua) tahun pajak terakhir :
a. Menyelenggarakan
pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 UU KUP.
b. Dalam
hal terhadap WP pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada pemeriksaan yang
terakhir untuk masing-masing jenis pajak yang terhutang paling banyak 5%.
5.
WP yang laporan keuangannya untuk 2
tahun terakhir diaudit oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa
pengecualian, atau pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi
laba-rugi fiskal.
·
Laporan auditnya harus disusun dalam
bentuk “long form report” yang menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan
fiskal.
·
Dalam hal WP yang laporan keuangannya
tidak diaudit oleh akuntan publik, dipersyaratkan untuk memenuhi ketentuan
tersebut huruf d diatas.
Oleh
karena tidak semua wajib pajak itu patuh, maka dilakukanlah pemeriksaan pajak.
Kewenangan untuk melakukan pemeriksaan pajak ada pada Direktur Jenderal Pajak
yang diatur dalam Pasal 29 ayat (1) Undang-undang KUP. Dengan demikian,
Pemeriksa Pajak adalah pegawai negeri sipil di lingkungan Direktorat Jenderal
Pajak atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak yang diberi
tugas, wewenang dan tanggung jawab untuk melaksanakan pemeriksaan pajak. Ada 4
dasar hukum mengenai pemeriksaan pajak, yaitu:
1.
PP No. 31 Tahun 1986 tentang Tata Cara
Pemeriksaan Pajak yang tujuannya adalah menetapkan jumlah pajak terutang.
2.
PP di atas dicabut dengan PP No.43 Tahun
1994 dimana tata cara pemeriksaan cukup diatur melalui Keputusan Menteri
Keuangan.
3.
Kepmen No. 625/KMK 04/1994 tertanggal 27
Desember 1994 yang berlaku 1 Januari 1995 bahwa tujuan pemeriksaan adalah untuk
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam
rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
4.
4. Selanjutnya kepmen di atas dinyatakan
tidak berlaku lagi digantikan dengan Kepmen No. 545/KMK/2000 tanggal 22
Desember 2000 dengan tujuan hampir sama.
Sesuai
dengan Kepmen No. 545/KMK.04/2000 tertanggal 22 Desember 2000 disebutkan bahwa
tujuan pemeriksaan adalah untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan dalam rangka memberikan kepastian hukum, keadilan dan pembinaan kepada
WP dan tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan. Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak
dilakukan dalam beberapa hal, yaitu:
1.
SPT menunjukkan kelebihan pembayaran
pajak, termasuk yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak.
2.
SPT Tahunan Pajak Penghasilan
menunjukkan rugi fiskal.
3.
SPT tidak disampaikan atau disampaikan
tidak pada waktu yang telah ditetapkan.
4.
SPT yang memenuhi kriteria seleksi yang
ditentukan oleh Dirjen Pajak.
5.
Ada indikasi kewajiban perpajakan selain
kewajiban tersebut pada angka 3 tidak dipenuhi.
Sedangkan pemeriksaan
untuk tujuan lain dilakukan dalam hal:
1.
Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
secara jabatan.
2.
Penghapusan NPWP.
3.
Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan
pengusaha kena pajak.
4.
Wajib Pajak mengajukan keberatan.
5.
Pengumpulan bahan guna penyusunan norma
penghitungan penghasilan neto
6.
Pencocokan data dan atau alat
keterangan.
7.
Penentuan WP berlokasi di daerah
terpencil.
8.
Penentuan satu atau lebih tempat terutangnya
Pajak Pertambahan Nilai.
9.
Pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
Dalam
pemeriksaan pajak, ada 9 kebijakan secara umum, yaitu:
1.
Setiap Wajib Pajak mempunyai peluang
yang sama untuk diperiksa.
2.
Setiap pemeriksaan yang dilaksanakan
harus dilengkapi dengan surat perintah pemeriksaan pajak yang mencantumkan
tahun pajak yang diperiksa.
3.
Pemeriksaan dapat dilaksanakan oleh
kantor pusat Ditjen Pajak, Kanwil, Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak atau
Kantor Pelayanan Pajak.
4.
Pemeriksaan ulang terhadap jenis dan
tahun pajak yang sama, tidak diperkenankan, kecuali dalam hal sbb:
a. WP
diduga telah atau sedang melakukan tindak pidana perpajakan.
b. Terdapat
data baru dan atau data semula yang belum terungkap.
5.
Buku-buku, catatan-catatan dan dokumen
lain yang akan dipinjam dari wajib pajak dalam pelaksanaan pemeriksaan tidak
harus yang asli, dapat juga misalnya berupa fotocopy yang sesuai dengan
aslinya.
6.
Pemeriksaan dapat dilakukan di kantor
pemeriksa atau di tempat WP.
7.
Jangka waktu pemeriksaan terbatas:
a. Pemeriksaan
Lengkap harus diselesaikan dalam 2 bulan sejak tanggal surat pemberitahuan
diterima oleh WP.
b. Pemeriksaan
Sederhana Lapangan (PSL) selesai dalam waktu 1 bulan, sejak surat pemberitahuan
diterima oleh WP.
8.
Dapat dilakukan perluasan pemeriksaan,
baik untuk tahun-tahun sebelumnya maupun tahun sesudahnya yaitu dalam hal:
a. SPT
Tahunan, WP Orang Pribadi Badan menyatakan adanya kompensasi kerugian dari
tahun-tahun sebelumnya yang belum dilakukan pemeriksaan.
b. Sebab
lain berdasarkan instruksi pemeriksaa, penyidikan, dan penagihan pajak.
9.
Setiap hasil pemeriksaan harus
diberitahukan kepada WP secara tertulis yaitu mengenai hal-hal yang berbeda
antara SPT WP dengan hasil pemeriksaan, dan selanjutnya untuk ditanggapi oleh
WP.
2.5.2
Jenis-Jenis Pemeriksaan
1.
Pemeriksaan Rutin, yaitu pemeriksaan
yang bersifat rutin yang dilakukan terhadap WP yang berhubungan dengan
pemenuhan hak dan kewajiban perpajakannya, yaitu antara lain dilakukan dalam
hal berikut:
a. SPT
Tahunan PPh WP Badan atau Orang Pribadi Lebih Bayar (LB).
b. SPT
Tahunan PPh WP Badan yang menyatakan rugi tetapi tidak LB.
c. WP
mengajukan pencabutan NPWP atau PKP.
d. WP
tidak menyampaikan SPT Tahunan PPh walaupun sudah dikirimi surat teguran dan
tidak mengajukan permohonan perpanjangan.
e. WP
melakukan kegiatan membangun sendiri.
f. WP
mengajukan permohonan untuk pemusatan PPN.
2.
Pemeriksaan Kriteria Seleksi, adalah
pemeriksaan yang dilakukan terhadap WP Badan atau Orang Pribadi yang terpilih
berdasarkan skor risiko tingkat kepatuhan secara komputerisasi.
3.
Pemeriksaan Khusus yaitu pemeriksaan
dilakukan terhadap WP sehubungan dengan adanya data, informasi, laporan atau
pengduan yang berkaitan dengan WP tersebut.
4.
Pemeriksaan WP Lokasi yaitu pemeriksaan
dilakukan terhadap cabang, perwakilan, pabrik dan atau tempat usaha yang pada
umumnya berbeda lokasinya dengan WP domisili. Pemeriksaan ini dilakukan dalam
hal:
a. SPT
Tahunan PPh 21 atau SPT Masa PPN Lebih Bayar.
b. SPT
poin 1 tidak dimasukkan 2 tahun berturut-turut atau 3 bulan berturut-turut.
c. Adanya
permintaan dari unit pelaksana pemeriksa.
5.
Pemeriksaan Tahun Berjalan yaitu
pemeriksaan untuk jenis-jenis pajak tertentu atau seluruh jenis pajak terhadap
WP domisili atau WP lokasi yang umumnya masa pajak sampai dengan Oktober.
6.
Pemeriksaan Bukti Permulaan yaitu
pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya
dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan. Bukti Permulaan adalah
keadaan dan atau bukti-bukti, baik berupa keterangan, tulisan, perbuatan atau
benda-benda yang dapat memberikan petunjuk bahwa suatu tindak pidana sedang
atau telah terjadi, dilakukan oleh Wajib Pajak yang dapat menimbulkan kerugian
pada negara.
7.
Pemeriksaan Terintegrasi yaitu
pemeriksaan dilakukan secara terkoordinasi dari dua atau lebih unit pelaksana
peme-riksaan pajak terhadap beberapa WP yang memiliki hubungan kepemilikan,
pengusaan, pengelolaan usaha, dan atau hubungan finansial.
8.
Pemeriksaan Tujuan Penagihan Pajak yaitu
pemeriksaan dilakukan untuk mendapatkan data mengenai harta WP atau penanggung
pajak yang dapat merupakan objek sita sehubungan dengan adanya tunggakan pajak.
9.
Pemeriksaan terhadap WP Pindah Lokasi.
Pemeriksaan dilakukan antara lain untuk melihat kepatuhan WP pada KPP lama atau
adanya perubahan status.
10.
Pemeriksaan Ulang. Pemeriksaan ini
antara lain disebabkan terdapatnya data baru yang semula belum terungkap yang
dapat mengakibatkan penambahan jumlah pajak terhutang.
11.
Pemeriksaan Pajak dan Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak. Pemeriksaan dilakukan terhadap WP
dengan kriteria tertentu.
12.
Pemeriksaan WP pada KPP WP Besar.
Pemeriksaan dapat dilakukan setiap tahun dengan ruang lingkup pemeriksaan PL,
PSL, dan PSK.
2.5.3
Ruang Lingkup Pemeriksaan
Ruang
lingkup atau cakupan pemeriksaan terdiri dari pemeriksaan lapangan dan
pemeriksaan kantor. Pemeriksaan Lapangan yaitu pemeriksaan yang dilakukan di
tempat WP yang dapat mencakup kantor, pabrik, tempat usaha, tempat tinggal, dan
tempat lain yang ada kaitannya dengan kegiatan usaha. Pemeriksaan lapangan
dapat dibedakan:
1.
Pemeriksaan Lengkap (PL)
a. Dilakukan
terhadap WP, termasuk kerjasama operasi (KSO) dan konsorsium atas seluruh jenis
pajak untuk tahun berjalan atau tahun-tahun sebelumnya untuk mencapai tujuan
pemeriksaan.
b. Dilakukan
dalam jangka waktu 2 bulan dan dapat diperpanjang paling lama 6 bulan.
2.
Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL)
a. Pemeriksaan
dilakukan terhadap WP untuk satu, beberapa atau seluruh jenis pajak secara
terkoordinasi antarseksi oleh Kepala Kantor dalam tahun berjalan
b. atau
tahun-tahun sebelumnya.
c. Dilakukan
dalam 1 bulan dan dapat diperpanjang paling lama 2 bulan.
Sedangkan
pemeriksaan kantor yaitu pemeriksaan yang dilakukan di kantor unit pelaksana pemeriksaan
pajak, dapat meliputi suatu jenis pajak tertentu, baik untuk tahun berjalan maupun
tahun-tahun sebelumnya.
a.
Pemeriksaan hanya dapat dilakukan dengan
Pemeriksaan Sederhana Kantor (PSK).
b.
Jangka waktu penyelesaian 4 bulan dan
dapat diperpanjang paling lama 6 bulan.
2.5.4
Norma Pemeriksaan
1. Ada
empat (4) norma yang berkaitan di dalam pemeriksaan pajak, yaitu:
Norma Pemeriksaan yang berkaitan dengan
Pemeriksa Pajak dalam Pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan, antara lain :
a. Pemeriksa
pajak harus memiliki tanda pengenal dan dilengkapi dengan surat perintah
pemeriksaan.
b. Pemeriksa
wajib memberitahukan secara tertulis tentang akan dilakukannya pemeriksaan.
c. Pemeriksa
wajib memperlihatkan tanda pengenal dan surat perintah tersebut di atas.
Pemeriksa wajib menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan.
d. Hasil
pemeriksaan dituangkan ke dalam kertas kerja pemeriksaan (KKP).
e. Pemeriksa
pajak wajib membuat Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) berdasarkan KKP. Laporan
Pemeriksaan Pajak (LPP) adalah laporan tentang hasil pemeriksaan yang disusun
oleh pemeriksa pajak secara ringkas dan jelas serta sesuai dengan ruang lingkup
dan tujuan pemeriksaan.
2. Norma
Pemeriksaan yang berkaitan dengan Pemeriksa Pajak dalam Rangka Pemeriksaan
Kantor, antara lain :
a. Pemeriksa
pajak dengan menggunakan surat panggilan yang ditanda-tangani oleh pejabat yang
berwenang.
b. Pemeriksa
wajib memberitahukan maksud dan tujuan pemeriksaan.
c. Hasil
pemeriksaan dituangkan ke dalam KKP.
d. Pemeriksa
wajib membuat LPP berdasarkan KKP.
e. Pemeriksa
wajib memberitahukan secara tertulis mengenai hasil pemeriksaan.
f. Pemeriksa
wajib memberi petunjuk mengenai penyelenggaraan pembukuan atau pencatatan.
3. Norma
Pemeriksaan yang berkaitan dengan Wajib Pajak, antara lain :
a. WP
berhak meminta kepada pemeriksa untuk memperlihatkan tanda pengenal dan surat
perintah pemeriksaan.
b. Berhak
meminta penjelasan tentang maksud dan tujuan pemeriksaan.
c. WP
wajib memenuhi panggilan untuk datang menghadiri pemeriksaan.
d. WP
wajib memenuhi permintaan peminjaman buku-buku, catatan dsb.
e. WP
berhak meminta rincian yang berkenaan dengan hal-hal yang berbeda antara hasil
pemeriksaan dengan SPT.
f. WP
atau kuasanya wajib menandatangani surat pernyataan persetujuan apabila WP
menyetujui seluruh hasil pemeriksaan.
4. Norma
Pemeriksaan yang berkaitan dengan Pelaksanaan Pemeriksaan, antara lain :
a. Pemeriksaan
dapat dilakukan oleh seorang atau lebih pemeriksa pajak.
b. Pemeriksaan
dilaksanakan di Kantor Ditjen Pajak, di kantor WP, di kantor lainnya dsb atau
di tempat lain yang ditentukan oleh Ditjen Pajak.
c. Pemeriksaan
dilaksanakan pada jam kerja, apabila dipandang perlu dapat dilanjutkan di luar
jam kerja.
d. Hasil
pemeriksaan dituangkan dalam KKP.
e. Laporan
pemeriksaan pajak disusun berdasarkan KKP.
f. Hasil
pemeriksaan lapangan yang seluruhnya disetujui WP atau kuasanya, dibuatkan surat
pernyataan tentang persetujuan dan ditanda-tangani oleh WP.
g. Berdasarkan
laporan pemeriksaan pajak, diterbitkan surat ketetapan pajak dan surat tagihan
pajak, kecuali pemeriksaan dilanjutkan dengan tindakan penyidikan.
2.5.5
Teknik Pemeriksaan Pajak
Penting
bagi si pemeriksa pajak untuk memahami teknik-teknik dalam pemeriksaan. Hal ini
bertujuan agar hasil pemeriksaan dapat terbukti dengan baik dan benar. Ada
beberapa teknik dalam melakukan pemeriksaan pajak, yaitu:
1.
Melakukan Evaluasi khususnya terhadap
kebenaran formal SPT mengenai informasi umum kegiatan usaha, kelengkapan SPT
beserta lampiran-lampirannya dan juga Sistem pengendalian intern untuk
pemisahan fungsi rangkap (penentuan apakah terdapat duplikasi/multi fungsi pada
satu/beberapa orang).
2.
Analisis Angka-angka
a. SPT
vs Laporan keuangan.
b. Perbandingan
beberapa tahun terakhir (komparasi antarwaktu).
c. Perbandingan
dengan standar yang berlaku (komparasi di dalam perusahaan sendiri atau dengan perusahaan
lain yang sejenis).
d. Rasio
(nisbah) biaya terhadap penjualan, produksi, dll.
3.
Melacak dan Memeriksa Dokumen
a. Dokumen
intern & ekstern (bila pengendalian intern sudah baik, tidak perlu
dilakukan pelacakan & pemeriksaan atas dokumen intern).
b. Pihak
yang menerbitkan dokumen.
c. Keabsahan
dokumen (vouching).
d. Proses
dokumen.
4.
Pengujian Kaitan (Re-test atas proses
dokumen).
a. Dokumen
dasar. Contoh: faktur penjualan (commercial/pajak) Ã DO (delivery
order) yang merupakan bukti pengiriman barang.
b. Arus
barang. Rumusnya adalah persediaan awal ditambah pembelian dikurangi persediaan
akhir lalu dicocokkan dengan buku penjualan.
c. Arus
uang. Rumusnya adalah saldo awal kas/bank + penerimaan – pengeluaran = saldo
akhir atau saldo akhir + pengeluaran – saldo awal = penerimaan. Lalu dicocokkan
antara cash opname dengan buku kas.
d. Arus
utang-piutang. Untuk utang akan diuji kaitannya dengan pembelian kredit.
Rumusnya adalah saldo akhir utang + pelunasan utang – saldo awal utang =
pembelian kredit. Sedangkan untuk piutang akan diuji kaitannya dengan penjualan
kredit. Rumusnya adalah saldo akhir piutang + penerimaan piutang – saldo awal
piutang = penjualan kredit.
5.
Pengujian atas Mutasi Setelah Tanggal
Neraca
Penekanan
terhadap pos-pos yang sangat relevan dengan kelengkapan penjualan &
pembelian Ã
utang-piutang.
6.
Pemanfaatan Informasi dari Pihak Ketiga
a. Hasil
pemeriksaan pajak WP lain.
b. Data
dari berbagai instansi pemerintah, BUMN/BUMD.
c. Pihak
ketiga lainnya : WP lain dan pengaduan masyarakat.
7.
Pengujian Fisik.
a. Barang
dagang Ã
stock opname
b. Kas
Ã
cash opname
c. Inventaris/aktiva
tetap Ã
untuk mendeteksi apakah ada pencatatan fiktif/ganda, terutama untuk perusahaan
group.
8.
Peninjauan ke Tempat-tempat Produksi,
Penyimpanan, dan Penjualan
Untuk
mengetahui proses produksi, uji atas metode penilaian persediaan barang dagang,
dan mengetahui arus barang.
9.
Rekonsiliasi
Adalah upaya mencocokkan angka-angka dari 2 (dua) atau lebih sumber yang terpisah mengenai hal yang sama. Contoh :
Adalah upaya mencocokkan angka-angka dari 2 (dua) atau lebih sumber yang terpisah mengenai hal yang sama. Contoh :
a. Penjualan
Ã
antara pencatatan pembukuan penjualan dengan SPT Masa PPN.
b. Biaya
karyawan Ã
antara pencatatan pembukuan (audit report) dengan SPT Tahunan PPh Pasal 21.
c. Rekonsiliasi
bank Ã
antara saldo rekening koran dengan buku kas/bank perusahaan.
10.
Konfirmasi
Upaya
mendapatkan keterangan dari pihak ketiga untuk meyakinkan kebenaran atau
keabsahan data atau informasi dari WP yang diperiksa melalui korespondensi
(surat, facsimile atau bukti tertulis lain).
a. Melakukan
pemeriksaan keterkaitan terhadap pihak ketiga yang berhubungan dengan WP yang
sedang diperiksa (dimintakan kepada Instansi pemeriksa pajak).
11.
Sampling
a. Pengujian
sebagian bukti-bukti yang dipilih berdasarkan metode tertentu (statistical
& non statitistical sampling) dan representative (mewakili).
b. Perencanaan.
Dalam penentuan sampel harus dilihat hubungan antar sampel yang akan dipilih
dengan tujuan pemeriksaan.
c. Seleksi.
Sampel yang dipilih harus dapat mewakili populasi.
d. Tujuan.
Untuk menghemat waktu & tenaga dalam menentukan sampai sejauh mana penyimpangan/deviasi
dapat ditolerir.
e. Pemakaian
teknik sampling, dapat ditentukan oleh pemeriksa.
12.
Pemeriksaan WP yang pembukuannya menggunakan
sistem komputer
a. Tanpa
menggunakan computer (audit around the computer)
Contoh : pemeriksaan dokumen konvensional untuk faktur pajak dibandingkan dengan output komputer.
Contoh : pemeriksaan dokumen konvensional untuk faktur pajak dibandingkan dengan output komputer.
b. Menggunakan
computer (audit through the computer).
2.5.6 Metode Pemeriksaan Pajak
Ada 2 metode dalam
pemeriksaan pajak yaitu metode langsung dan tidak langsung.
1.
Metode langsung
Pengujian
kebenaran/validitas angka-angka SPT secara langsung terhadap:
a. Laporan
keuangan.
b. Sistem
akuntansi/pembukuan (catatan, jurnal, buku besar/ledger/trial balance, dsb).
c. Dokumen-dokumen
pendukung pencatatan.
2.
Metode tidak langsung
Pengujian
kebenaran/validitas angka-angka SPT secara tidak langsung melalui perhitungan
tertentu, antara lain:
a. Digunakan
untuk melengkapi metode metode langsung, apabila metode langsung tidak
sepenuhnya dapat dilaksanakan. Indikatornya antara lain :
1. Pembukuan/catatan
WP tidak lengkap/tidak dipercaya kebenarannya.
2. Buku/catatan/dokumen
pendukung tidak ada/hilang.
3. Diketemukan
ketidakberesan dalam pembukuan/catatan WP (pengendalian intern lemah).
4. Antara
penghasilan dengan pengeluaran pribadi tidak serasi.
5. WP
memilih untuk menggunakan norma penghitungan.
6. Hasil
perhitungan metode tidak langsung merupakan petunjuk awal (sehingga masih perlu
dilakukan pembuktian secukupnya untuk dapat mengambil kesimpulan)
ketidakbenaran angka-angka dalam SPT.
Metode tidak langsung dibagi lagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
a. Metode
transaksi tunai
1. Landasan/dasar
pemakaian metode ini adalah perkiraan kas secara sederhana:
a. Debet
Ã
semua penerimaan
b. Kredit
Ã
seluruh pengeluaran
Catatan: Didalam penerimaan &
pengeluaran tsb, termasuk yang bukan obyek pajak dan pengeluaran yang tidak
dapat dikurangkan
2. Sumber
data :
a. SPT
b. Buku
kas/buku bank
c. Salinan
rekening koran
d. Hasil
wawancara (tanya-jawab) dengan WP
3. Informasi
lain yang perlu diperoleh :
a. Pinjaman
: bank, relasi dagang, afiliasi, lainnya.
b. Pengeluaran
yang bersifat pribadi.
c. Pemilikan
harta.
d. Jumlah
tanggungan keluarga
4. Hasil
perhitungan :
a. Jika
jumlah kredit lebih besar daripada jumlah debet maka ada indikasi WP tidak
melaporkan penghasilan yang sebenarnya.
b. Jika
jumlah debet lebih besar daripada jumlah kredit maka perlu penelitian yang
lebih seksama karena kemungkinan WP tidak melaporkan seluruh pengeluarannya
(khususnya yang memiliki implikasi pemotongan/pemungutan pajak).
5. Untuk
keperluan Perhitungan PKP :
a. Penghasilan
yang bukan obyek pajak akan dikurangkan.
b. Pengeluaran
yang tidak boleh dikurangkan akan ditambahkan.
6. Saldo
awal/akhir piutang & utang akan dimasukkan dalam perkiraan kas (dalam hal
WP menggunakan sistem pembukuan akrual basis) :
a. Piutang
merupakan sumber uang tunai. Saldo awal dicatat di debet & saldo akhir
dicatat di kredit.
b. Utang
merupakan kewajiban. Saldo awal dicatat dikredit (akan menjadi pengeluaran)
& saldo akhir dicatat didebet (karena merupakan pengeluaran yang ditunda).
b. Metode
transaksi bank
1. Dasar
Pemakaian :
a. Jika
sebagian besar penerimaan dan pengeluarannya melalui bank.
b. Tidak
sepenuhnya menyelenggarakan pembukuan.
2. Formula
perhitungan :
a. Jumlah
semua setoran ke bank = A
b. Setoran
yang bukan obyek pajak = B
c. Setoran
yang merupakan obyek pajak C = A-B
d. Peneriman
yang tidak disetorkan ke Bank = D
e. Peredaran
usaha/penerimaan bruto seharusnya E = C+D
f. Peredaran
usaha/penerimaan bruto menurut SPT = F
g. Koreksi
peredaran usaha (yang tidak dilaporkan) G = E-F
3. Sumber
data: Semua rekening bank, baik atas nama pribadi maupun atas nama badan
usahanya.
c. Metode
sumber dan penggunaan dana
1. Mekanisme:
Debet merupakan sumber dana sedangkan kredit merupakan penggunaan dana.
2. Sumber
dana, terdiri dari :
a. Penurunan
dalam pos-pos harta
b. Kenaikan
pos-pos utang
c. Penghasilan
baik yang menjadi obyek pajak maupun yang bukan obyek pajak
d. Biaya-biaya
yang tidak memerlukan penggunaan uang kas/bank à penyusutan/amortisasi
e. Kompensasi
kerugian tahun lalu
3. Penggunaan
dana, terdiri dari :
a. Kenaikan
dalam pos-pos harta
b. Penurunan
pos-pos utang
c. Pengeluaran
pribadi
d. Kerugian
dari penjualan aktiva tetap
d. Metode
perbandingan kekayaan bersih
1. Persamaan
Akuntansi: Harta – Utang = Kekayaan Bersih
2. Formula
perhitungan :
a. Kekayaan
bersih akhir tahun = A
b. Kekayaan
bersih awal tahun = B
c. Selisih
kekayaan bersih C = A-B
d. Biaya
yang tidak boleh dikurangkan = D
e. Penghasilan
yang bukan obyek pajak = E
f. Penghasilan
yang merupakan obyek pajak F = C+D-E
3. Baik
harta maupun utang, tidak ada yang fiktif atau yang ditinggikan nilainya
4. Harta
dan utang milik/kewajiban pribadi masuk dalam perhitungan (bagi WPOP)
5. Baik
kenaikan maupun penurunan kekayaan bersih, harus diteliti sebab-sebabnya
e. Metode
perhitungan prosentase
Perbandingan angka-angka prosentase
dengan prosentase pada perusahaan sejenis berdasarkan:
1. Publikasi
komersial
2. Hasil
pemeriksaan pada perusahaan sejenis
3. Data-data
tahun-tahun sebelumnya yang ada pada perusahaan itu sendiri
Indikator yang dapat dijadikan bahan perbandingan :
Indikator yang dapat dijadikan bahan perbandingan :
a. Jenis
komoditinya sejenis
b. Besarnya
kegiatan usaha relatif sama
c. Letak
usaha
d. Masa
(tahun) yang diperiksa
e. Kebijaksanaan
perdagangan umum
f. Metode
satuan dan volume
1. Digunakan
dalam hal:
a.
Jenis komoditi yang diusahakan terbatas
b.
Harga relatif stabil sepanjang tahun
c.
Umumnya dilakukan untuk perusahaan
perdagangan & industri (kurang lazim diterapkan atas perusahaan jasa)
2. Contoh
penerapan:
a.
Peredaran usaha menurut SPT = Rp
120.000.000,-
b.
Laba kotor menurut SPT = Rp 12.000.000,-
c.
Rasio laba kotor terhadap peredaran
usaha = 10%
Data tersedia:
1. Komoditi
yang terjual sebanyak 150 satuan
2. Harga
jual rata-rata setiap komoditi @ Rp 1.250.000,-
Perhitungan kembali:
1.
Peredaran usaha = 150 X Rp 1.250.000,- =
Rp 187.500.000,-
2.
Laba kotor = 10% x Rp 187.500.000,- = Rp
18.750.000,-
g. Metode pendekatan
produksi
1.
Inti: Penghitungan jumlah produk atau
barang yang dapat diproduksi berdasarkan kapasitas yang tersedia atau terpasang
dan/atau rendemen setelah memperhitungkan persediaan awal.
2.
Biasanya diterapkan terhadap perusahaan
pabrikasi/manufaktur/industri.
h. Pendekatan biaya
hidup
1.
Diterapkan terhadap WP OP yaitu untuk
menguji kewajaran jumlah penghasilan yang dilaporkan dalam SPT dibandingkan
dengan biaya hidupnya.
2.
Rumusnya adalah: Penghasilan neto
dikurangi dengan PPh terutang (dengan memperhitungkan PTKP dan sumber penerimaan
lainnya yang bukan obyek pajak atau yang telah dipungut PPh yang bersifat
final) lalu dikurangi dengan pengeluaran biaya hidup. Hasilnya merupakan
koreksi penghasilan (dianggap penghasilan yang belum dilaporkan).
3.
Faktor yang perlu diperhatikan dalam penentuan
jumlah biaya hidup yang wajar adalah jumlah tanggungan WP, pola dan gaya hidup
WP dan keadaan tempat tinggal WP. Hal-hal lain yang dianggap mempengaruhi
besarnya biaya hidup (misalnya: kebijakan pemerintah atas patokan minimal biaya
hidup untuk masing-masing daerah
2.6 PENYIDIKAN
2.6.1 Pengertian Penyidikan Pajak
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Penyidikan pajak adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik
untuk mencari serta mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang
tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi, serta menemukan tersangkanya.[[1]] Penyidikan pajak dilakukan oleh pejabat pegawai negeri
di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus untuk
melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.[[2]] Penyidikan pajak dilakukan sebagai akibat tindak lanjut
dari pemeriksaan bukti permulaan. Penyidikan merupakan proses kelanjutan dari
hasil pemeriksaan yang mengindikasikan adanya bukti permulaan tindak pidana
perpajakan.[[3]] Tindak pidana di bidang perpajakan meliputi perbuatan;
yang dilakukan oleh seseorang atau oleh badan yang diwakili orang tertentu
(pengurus), memenuhi rumusan undang-undang, diancam dengan sanksi pidana,
melawan hukum, dilakukan di bidang perpajakan, dan dapat menimbulkan kerugian
bagi pendapatan negara.
2.6.2 Dasar Hukum
Dasar Hukum penyidikan pajak tertuang dalam Pasal 44, UU KUP. Pasal 44, UU KUP berbunyi sebagai berikut:
- (1) Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan hanya dapat dilakukan oleh Pejabat pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik tindak pidana di bidang perpajakan.
- (2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
a.menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan
berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan agar keterangan atau
laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;
b.meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi
atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak
pidana di bidang perpajakan;
c.meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan
sehubungan dengan tindak pidana dibidang perpajakan;
d.memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana
di bidang perpajakan;
e.melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan,
pencatatan, dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti
tersebut;
f.meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan
tindak pidana di bidang perpajakan;
g.menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau
tempatpada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang,
benda,dan/atau dokumen yang dibawa;
h.memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang
perpajakan;
i.memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi;
j.menghentikan penyidikan;dan/atau
k.melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak
pidana di bidang perpajakan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.
- (3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memeberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum melalui penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-Undang Hukum Acara Pidana.
- (4) Dalam rangka pelaksanaan kewenangan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyidik dapat meminta bantuan aparat penegak hukum lain.
Dasar hukum lain yang terkait dengan penyidikan pajak adalah
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-202/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-130/PMK.03/2009 tentang Tata Cara Penghentian Tindak Pidana di Bidang Perpajakan untuk Kepentingan Penerimaan Negara
- Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-47/PJ/2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan Terhadap Wajib Pajak yang Diduga Melakukan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan
- Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-272/PJ/2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengamatan, Pemeriksaan Bukti Permulaan, dan Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan
2.6.3 Unsur-Unsur Tindak Pidana di Bidang Perpajakan
Agar
suatu perbuatan dapat digolongkan ke dalam perbuatan tindak pidana di bidang
perpajakan, perbuatan tersebut harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut[[4]]
- Unsur Subyek
- Unsur Perbuatan
- Unsur Akibat
- Unsur Kesalahan
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Keberatan adalah cara yang
ditempuh oleh wajib Pajak jika merasa tidak/kurang puas atas suatu ketetapan pajak
yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga.
2. Banding merupakan proses/tahap
selanjutnya dari keberatan apabila SK Keberatan tidak dapat menjadi Wajib Pajak
puas yang diajukan ke Pengadilan Pajak.
3.
Jangka Waktu Pengajuan Gugatan
a.
Gugatan terhadap angka 1 diajukan paling lambat 14
hari sejak pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan atau
Pengumuman Lelang;
b.
Gugatan terhadap angka 2, 3, dan 4 diajukan paling
lambat 30 hari sejak tanggal diterima Keputusan yang digugat.
4. Alasan-alasan
Peninjauan Kembali
a. Putusan Pengadilan Pajak
didasarkan pada kebohongan atau tipu muslihat;
b. Terdapat bukti tertulis baru
penting dan bersifat menentukan;
c. Dikabulkan suatu hal yang tidak
dituntut atau lebih dari yang dituntut.
d. Ada suatu bagian dari tuntutan
belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya;
e. Putusan nyata-nyata tidak sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
5. Jangka
Waktu Peninjauan Kembali
a. Permohonan Peninjauan Kembali
dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan 2 diajukan paling lambat 3
bulan sejak diketahuinya kebohongan atau tipu muslihat atau ditemukan bukti
tertulis baru;
b. Permohonan Peninjauan Kembali
dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam angka 3, 4, dan 5 diajukan paling
lambat 3 bulan sejak putusan dikirim oleh Pengadilan Pajak.
6. Pemeriksaan
untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak dilakukan dalam beberapa hal, yaitu:
a. SPT
menunjukkan kelebihan pembayaran pajak, termasuk yang telah diberikan
pengembalian pendahuluan kelebihan pajak.
b. SPT
Tahunan Pajak Penghasilan menunjukkan rugi fiskal.
c. SPT
tidak disampaikan atau disampaikan tidak pada waktu yang telah ditetapkan.
d. SPT
yang memenuhi kriteria seleksi yang ditentukan oleh Dirjen Pajak.
e. Ada
indikasi kewajiban perpajakan selain kewajiban tersebut pada angka 3 tidak
dipenuhi.
7.
Sedangkan pemeriksaan untuk tujuan lain
dilakukan dalam hal:
a. Pemberian
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) secara jabatan.
b. Penghapusan
NPWP.
c. Pengukuhan
atau pencabutan pengukuhan pengusaha kena pajak.
d. Wajib
Pajak mengajukan keberatan.
e. Pengumpulan
bahan guna penyusunan norma penghitungan penghasilan neto.
f. Pencocokan
data dan atau alat keterangan.
8. Penyidikan merupakan proses kelanjutan dari hasil
pemeriksaan yang mengindikasikan adanya bukti permulaan tindak pidana perpajakan.
Tindak pidana di bidang perpajakan meliputi perbuatan; yang dilakukan oleh
seseorang atau oleh badan yang diwakili orang tertentu (pengurus), memenuhi
rumusan undang-undang, diancam dengan sanksi pidana, melawan hukum, dilakukan
di bidang perpajakan, dan dapat menimbulkan kerugian bagi pendapatan negara.
9.
Unsur-unsur
tindak pidana di bidang perpajakan antara lain:
a.
Unsur Subyek
b.
Unsur Perbuatan
c.
Unsur Akibat
d.
Unsur Kesalahan
B. SARAN
Berdasarkan Uraian diatas, maka yang dapat kami sarankan adalah :
1. Sebaikanya
dilakukan sosialisasi yang lebih efektif dalam hal pemberitahuan dan pengenalan
pajak, mekanisme pembayaran, sanksi apabila melanggar, dan bagaimana
proses/tata cara pengajuan keberatan, banding, gugatan, dan peninjauan kembali
agar tidak banyak dari masyarakat kita yang keliru.
2. Fiskus dan/atau pemungut pajak hendaknya
berhati-hati dan mawas diri dalam hal penagihan/pemungutan pajak, agar tidak
terjadi yang namanya kesalahpahaman dan wajib pajak mengajukan kebertan atas
perilaku seorang fiskus/pemungut pajak terhadap wajib pajak.
DAFTAR PUSTAKA
Soemitro,
Rochmat. 1991. Asas dan Dasar Perpajakan
3. Bandung: Eresco
TP,
Handayanto. 2013. Bahan Ajar Ketentuan
Umum Perpajakan Prodip I Keuangan Spesialisasi Pajak. Jakarta.
Anonymous. 2012. Penyidikan. [Online]
M Zulhunain Fahmi. 2012. Keberatan dan Banding dalam Perpajakan. [Online]
Diakses
Tanggal 12 Maret 2013 Pukul 15.00
Ifan. 2008. Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak. [Online] http://pajak36.blogspot.com/2008/11/pemeriksaan-dan-penyidikan-pajak.html
Diakses
Tanggal Selasa, 11 November 2008 Pukul 18.49
Daniella Aristha. 2011. Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak. [Online]
Diakses Tanggal Sabtu, 17 Desember 2011
Pukul 18.02
Referensi:
[[1]]
Pasal 1
angka 31,UU KUP.
[2] Pasal 44 angka (1), UU KUP
[3]
Pengertian
Penyidikan
[4] Slide 19, Presentasi Penegakan Hukum di Bidang
Perpajakan, Subdirektorat Intelijen dan
Penyidikan, Direktorat Jenderal Pajak
Penyidikan, Direktorat Jenderal Pajak