Jumat, 07 Februari 2014

KEBERATAN, BANDING, GUGATAN, PENINJAUAN KEMBALI, PEMERIKSAAN DAN PENYIDIKAN PAJAK



KATA PENGANTAR

Puji syukur dan rahmat dari Allah S.W.T, karena berkat Rahmat-Nya saya masih diberikan kesehatan dan kesempatan sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ini. Dalam makalah ini saya menghadirkan pengayaan bahan materi kuliah yang berjudul Pengantar Perpajakan. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi para pembaca.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca. Dan tidak sedikit dari pembaca untuk memberikan masukan dan saran sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Keterbatasan sumber merupakan penghambat dalam lengkapnya makalah ini namun sebagian besar saya menitik beratkan pada objek kajian berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh para ahli yang umumnya menjadi materi kuliah bagi mahasiswa. Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki masih sangat kurang. Oleh kerena itu saya mengharapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.



Palembang, Februari 2014

Muhammad Akbar




DAFTAR ISI

COVER …………………..……………………………………….………………………  1
KATA PENGANTAR …………………………………………..………………………...  2
DAFTAR ISI ………………………..…………………………………………………….  3
BAB 1 PENDAHULUAN ………………………………………………………………..  5
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................  5
1.2 Perumusan Masalah ………..............................................................................  5
1.3 Tujuan Penulisan  …….....................................................................................  6
1.4 Manfaat Penulisan  ………...............................................................................  6
BAB II PEMBAHASAN ………………………………………………………………....  7
2.1 Keberatan……..……….....................................................................................  7
2.1.1 Hal-hal yang Dapat Diajukan Keberatan …….………………………. 7
2.1.2 Ketentuan Pengajuan Keberatan ……………………………………….  7
2.1.3 Jangka Waktu Pengajuan Keberatan …………………………………..   7
2.1.4 Penyelesaian Keberatan ………………………………………………..   8
2.1.5 Permintaan Penjelasan/Pemberian Keterangan Tambahan ……………    8
2.1.6 Surat Keputusan Keberatan ……………………………………………   8
2.2 Banding ………………………………………………………………………   8
2.2.1 Tata Cara Pengajuan Permohonan Banding …………………………..    8
2.2.2 Imbalan dan Bunga ……………………………………………………   9
2.3 Gugatan ..………..............................................................................................   9
2.3.1 Syarat Pengajuan Gugatan ……...…………………………………......   9
2.3.2 Jangka Waktu Pengajuan Gugatan .…………………………………...    9
2.4 Peninjauan Kembali (PK) ……………………………………………………   9
2.4.1 Alasan-alasan Peninjauan Kembali …………....………………………   9
2.4.2 Jangka Waktu Peninjauan Kembali ………………….………………..   10
2.4.3 Putusan Banding ………...…………………………………………….   10
2.5 Pemeriksaan Pajak ….………………………………………………………..   10
2.5.1 Pengertian dan Dasar Hukum Pemeriksaan Pajak ...………………….    10
2.5.2 Jenis-jenis Pemeriksaan ………….……………………………………   12
2.5.3 Ruang Lingkup Pemeriksaaan ..……………………………………….   13
2.5.4 Norma Pemeriksaan ….……………………………………………….    14
2.5.5 Teknik Pemeriksaan Pajak ….…...……………………………………    15
2.5.6 Metode Pemeriksaan Pajak …………………………………………...    17
2.6 Penyidikan  …………………………………………………………………..    20
2.6.1 Pengertian Penyidikan Pajak ………………………………………….    20
2.6.2 Dasar Hukum ………………………………………………………….    21
2.6.3 Unsur-unsur Tindak Pidana di Bidang Perpajakan …………………....    22
BAB III PENUTUP ………………………………………………………………………   23
3.1 Kesimpulan …………………...........................................................................   23
3.2 Saran ……………..............................................................................................  24

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………..  25















BAB I
PENDAHULUAN


1.1  LATAR BELAKANG
Negara Indonesia adalah Negara Hukum berdasarkan UUD 45 yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban setiap orang. Pajak merupakan wujud dari peran serta masyarakat dalam mendukung pembangunan maupun perekonomian di Indonesia, sehingga dapat meningkatkan kesadaran dan rasa tanggung jawab, Peran pajak bagi suatu Negara menjadi sangat dominan. Yang berhak memungut pajak hanyalah Negara, iuran tersebut berupa uang, bukan barang. Namun sayang, dari adanya proses pemungutan pajak ini, sebagian besar dari masyarakat kita yang tidak perduli terhadap pajaknya. Hingga pada suatu saat seorang fiskus mendatangi wajib pajak untuk menagih hak negara untuk memungut pajak, wajib pajak bahkan menolak untuk membayar pajak yang terutang. Dari sinilah muncul berbagai konflik internal antara wajib pajak dengan fiskus pajak.
Dari masalah tersebut, banyak masyarakat kita yang juga tidak tahu banyak tentang pengajuan keberatan adanya penagihan dan/atau kesalahan yang dilakukan serta tidak mengetahui proses dan tindak lanjut dari keberatan tersebut.
Oleh karena itu, dengan dibuatnya makalah ini diharapkan dapat membantu baik seorang wajib pajak maupun fiskus tersebut.

1.2  PERUMUSAN MASALAH
1.      Apa yang menyangkut dengan keberatan dalam perpajakan?
2.      Hal apa saja yang menyangkut dengan banding dalam perpajakan?
3.      Apa sajakah yang menyangkut dengan gugatan dalam perpajakan?
4.      Hal apa sajakah yang menjadi peninjauan kembali dalam perpajakan?
5.      Hal apa sajakah yang menjadi pemeriksaan dalam perpajakan?
6.      Hal apa sajakah yang menyangkut dengan penyidikan dalam perpajakan?




1.3  TUJUAN PENULISAN
1      Agar pembaca dapat mengetahui dan memahami keberatan, banding, gugatan, peninjauan kembali, pemeriksaan, dan penyidikan dalam perpajakan.
2      Agar pembaca dapat memahami bagaimana alur dan proses dan tindak lanjut dari keberatan, banding, gugatan, dan peninjauan kembali serta pemeriksaan dan penyidikan dalam perpajakan.
1.4 MANFAAT PENULISAN
1.      Pembaca dapat menerapkan alur dan proses pengajuan keberatan, banding dan gugatan, serta peninjauan kembali.
2.      Memberikan ilmu pengetahuan tentang proses pengajuan keberatan hingga peninjauan kembali, serta pemeriksaaan dan penyidikan dalam perpajakan.
3.      Menjadi pedoman pembaca dalam pelaksanaan pengajuan keberatan, banding, gugatan, peninjauan kembali, dan pemeriksaan serta penyidikan dalam perpajakan.












BAB II
PEMBAHASAN



2.1  KEBERATAN
Keberatan adalah cara yang ditempuh oleh wajib Pajak jika merasa tidak/kurang puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga.
Dalam pelaksanaan ketentua peraturan perundang-undangan perpajakan kemungkinan terjadi bahwa Wajib Pajak (WP) merasa kurang/ tidak puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/ pemungutan oleh pihak ketiga. Dalam hal ini WP dapat mengajukan keberatan.

2.1.1 Hal-hal yang Dapat Diajukan Keberatan
Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan atas:
  1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);
  2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT);
  3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB);
  4. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN);
  5. Pemotongan atau Pemungutan oleh pihak ketiga
2.1.2 Ketentuan Pengajuan Keberatan
Keberatan diajukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di tempat WP terdaftar, dengan syarat:
  1. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia.
  2. Wajib menyebutkan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan WP dan disertai alasan-alasan yang jelas.
  3. Satu keberatan harus diajukan untuk satu jenis pajak dan satu tahun/ masa pajak.
            Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak dan keberatan yang tidak memenuhi syarat, dianggap bukan Surat Keberatan, sehingga tidak diproses.
Mulai 1 Januari 2008 dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak, Wajib Pajak wajib melunasi pajak yang harus dibayar paling sedikit sejumlah yang disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan.

2.1.3 Jangka Waktu Pengajuan Keberatan
Keberatan harus diajukan dalam Jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak tanggal dilakukan pemotongan/ pemungutan oleh pihak ketiga.
  1. Untuk surat keberatan yang disampaikan langsung ke KPP, maka jangka waktu 3 (tiga) bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak dilakukan pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga sampai saat keberatan diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak.
  2. Untuk surat keberatan yang disampaikan melalui pos (harus dengan pos tercatat), jangka waktu 3 bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak dilakukan pemotongan/ pemungutan oleh pihak ketiga sampai dengan tanggal tanda bukti pengiriman melalui Kantor Pos dan Giro.
Jika lewat tiga bulan, surat keberatan tidak dianggap karena tidak memenuhi syarat formal.Tetapi juga membolehkan jangka waktu lebih dari tiga bulan jika “dalam keadaan diluar kekuasaannya.” Inilah klausul yang sering dimanfaatkan oleh Wajib Pajak.Pengajuan Keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.

2.1.4 Penyelesaian Keberatan
            Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua betas) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima, harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan. Apabila dalam jangka waktu 12 (dua belas ) telah lewat dan Direktorat Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, maka keberatan yang diajukan tersebut dianggap diterima. Keputusan keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah besarnya jumlah pajak terhutang.

2.1.5 Permintaan Penjelasan/Pemberian Keterangan Tambahan
  1. Untuk keperluan pengajuan keberatan WP dapat meminta penjelasan/ keterangan tambahan dan Kepala KPP wajib memberikan penjelasan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan, pemotongan, atau pemungutan.
  2. WP dapat menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis sebelum surat keputusan keberatannya diterbitkan.
 2.1.6 Surat Keputusan Keberatan
Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.



2.2  BANDING

SK Keberatan tidak dapat menjadi Wajib Pajak puas. Masih ada satu kesempatan lagi bagi Wajib Pajak untuk menguji pendapatnya, yaitu melalui proses banding ke Pengadilan Pajak.

2.2.1 Tata Cara Pengajuan Permohonan Banding
Apabila Wajib Pajak tidak atau belum puas dengan keputusan yang diberikan atas keberatan, Wajib Pajak dapat mengajukan banding kepada Pengadilan Pajak, dengan syarat:
  1. Tertulis dalam bahasa Indonesia,
  2. Dalam jangka waktu 3 bulan sejak keputusan atas keberatan diterima.
  3. Alasan yang jelas.
  4. Dilampiri salinan Surat Keputusan atas keberatan.
  5. Terhadap satu keputusan diajukan satu surat banding,
  6. Jumlah pajak yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50%.
Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak. Putusan Pengadilan Pajak bukan merupakan keputusan Tata Usaha Negara.

2.2.2 Imbalan Bunga
Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding diterima sebagian atau seluruhnya, sepanjang utang pajak sebagaimana dimaksud dalam SKPKB dan SKPKBT telah dibayar yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak, maka kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan, paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak tanggal pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Keputusan Keberatan atau Putusan Banding.



2.3  GUGATAN
2.3.1 Syarat Pengajuan Gugatan
Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dapat mengajukan gugatan kepada PP terhadap :
  1. Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang;
  2. Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26 UU KUP;
  3. Keputusan pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 UU KUP yang berkaitan dengan STP;
  4. Keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 yang berkaitan dengan STP;
2.3.2 Jangka Waktu Pengajuan Gugatan
  1. Gugatan terhadap angka 1 diajukan paling lambat 14 hari sejak pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan atau Pengumuman Lelang;
  2. Gugatan terhadap angka 2, 3, dan 4 diajukan paling lambat 30 hari sejak tanggal diterima Keputusan yang digugat.

2.4 PENINJAUAN KEMBALI
Apabila pihak yang bersangkutan tidak/belum puas dengan putusan Pengadilan Pajak, maka pihak yang bersengketa dapat mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak dan hanya dapat diajukan satu kali

2.4.1 Alasan-alasan Peninjauan Kembali
  1. Putusan Pengadilan Pajak didasarkan pada kebohongan atau tipu muslihat;
  2. Terdapat bukti tertulis baru penting dan bersifat menentukan;
  3. Dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari yang dituntut.
  4. Ada suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya;
  5. Putusan nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
2.4.2 Jangka Waktu Peninjauan Kembali
  1. Permohonan Peninjauan Kembali dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan 2 diajukan paling lambat 3 bulan sejak diketahuinya kebohongan atau tipu muslihat atau ditemukan bukti tertulis baru;
  2. Permohonan Peninjauan Kembali dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam angka 3, 4, dan 5 diajukan paling lambat 3 bulan sejak putusan dikirim oleh Pengadilan Pajak.
2.4.3 Putusan Banding
Putusan Banding adalah surat terbanding kepada Pengadilan Pajak yang berisi jawaban atas alasan banding yang diajukan oleh pemohon banding.Putusan Banding merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap, serta bukan Keputusan Tata Usaha Negara Dalam sejarah banding, jika dibuatkan prosentase Putusan Banding, maka sebagian besar Putusan Banding berpihak ke Wajib Pajak.
Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding diterima sebagian atau seluruhnya maka kelebihan pembayaran dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% sebulan, untuk selama-lamanya 24 bulan.

Sumber:
Bahan Ajar Prodip I Kepabeanan dan Cukai STAN

 

2.5 PEMERIKSAAN PAJAK
2.5.1 Pengertian Dan Dasar Hukum Pemeriksaan Pajak
            Pemeriksaan menurut UU KUP Pasal 1 angka 24 adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, dan mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Karena sistem perpajakan adalah self assessment, maka penting untuk menguji kepatuhan WP apakah dia sudah mengikuti batas-batas yang ditentukan oleh UU atau tidak. Bagaimanakah kriteria Wajib Pajak patuh yg ditetapkan pemerintah? Menurut Kepmen No. 544/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000 disebutkan bahwa kriteria wajib pajak patuh adalah:
1.      Tepat waktu dalam menyampaikan surat pemberitahuan untuk semua jenis pajak dalam 2 (dua) tahun terakhir.
2.      Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda membayar pajak.
3.      Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir.
4.      Dalam 2 (dua) tahun pajak terakhir :
a.       Menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 UU KUP.
b.      Dalam hal terhadap WP pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada pemeriksaan yang terakhir untuk masing-masing jenis pajak yang terhutang paling banyak 5%.
5.      WP yang laporan keuangannya untuk 2 tahun terakhir diaudit oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, atau pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi laba-rugi fiskal.
·         Laporan auditnya harus disusun dalam bentuk “long form report” yang menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal.
·         Dalam hal WP yang laporan keuangannya tidak diaudit oleh akuntan publik, dipersyaratkan untuk memenuhi ketentuan tersebut huruf d diatas.
Oleh karena tidak semua wajib pajak itu patuh, maka dilakukanlah pemeriksaan pajak. Kewenangan untuk melakukan pemeriksaan pajak ada pada Direktur Jenderal Pajak yang diatur dalam Pasal 29 ayat (1) Undang-undang KUP. Dengan demikian, Pemeriksa Pajak adalah pegawai negeri sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak yang diberi tugas, wewenang dan tanggung jawab untuk melaksanakan pemeriksaan pajak. Ada 4 dasar hukum mengenai pemeriksaan pajak, yaitu:
1.      PP No. 31 Tahun 1986 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak yang tujuannya adalah menetapkan jumlah pajak terutang.
2.      PP di atas dicabut dengan PP No.43 Tahun 1994 dimana tata cara pemeriksaan cukup diatur melalui Keputusan Menteri Keuangan.
3.      Kepmen No. 625/KMK 04/1994 tertanggal 27 Desember 1994 yang berlaku 1 Januari 1995 bahwa tujuan pemeriksaan adalah untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
4.      4. Selanjutnya kepmen di atas dinyatakan tidak berlaku lagi digantikan dengan Kepmen No. 545/KMK/2000 tanggal 22 Desember 2000 dengan tujuan hampir sama.
Sesuai dengan Kepmen No. 545/KMK.04/2000 tertanggal 22 Desember 2000 disebutkan bahwa tujuan pemeriksaan adalah untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka memberikan kepastian hukum, keadilan dan pembinaan kepada WP dan tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak dilakukan dalam beberapa hal, yaitu:
1.      SPT menunjukkan kelebihan pembayaran pajak, termasuk yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak.
2.      SPT Tahunan Pajak Penghasilan menunjukkan rugi fiskal.
3.      SPT tidak disampaikan atau disampaikan tidak pada waktu yang telah ditetapkan.
4.      SPT yang memenuhi kriteria seleksi yang ditentukan oleh Dirjen Pajak.
5.      Ada indikasi kewajiban perpajakan selain kewajiban tersebut pada angka 3 tidak dipenuhi.
Sedangkan pemeriksaan untuk tujuan lain dilakukan dalam hal:
1.      Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) secara jabatan.
2.      Penghapusan NPWP.
3.      Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan pengusaha kena pajak.
4.      Wajib Pajak mengajukan keberatan.
5.      Pengumpulan bahan guna penyusunan norma penghitungan penghasilan neto
6.      Pencocokan data dan atau alat keterangan.
7.      Penentuan WP berlokasi di daerah terpencil.
8.      Penentuan satu atau lebih tempat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai.
9.      Pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Dalam pemeriksaan pajak, ada 9 kebijakan secara umum, yaitu:
1.      Setiap Wajib Pajak mempunyai peluang yang sama untuk diperiksa.
2.      Setiap pemeriksaan yang dilaksanakan harus dilengkapi dengan surat perintah pemeriksaan pajak yang mencantumkan tahun pajak yang diperiksa.
3.      Pemeriksaan dapat dilaksanakan oleh kantor pusat Ditjen Pajak, Kanwil, Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak atau Kantor Pelayanan Pajak.
4.      Pemeriksaan ulang terhadap jenis dan tahun pajak yang sama, tidak diperkenankan, kecuali dalam hal sbb:
a.       WP diduga telah atau sedang melakukan tindak pidana perpajakan.
b.      Terdapat data baru dan atau data semula yang belum terungkap.
5.      Buku-buku, catatan-catatan dan dokumen lain yang akan dipinjam dari wajib pajak dalam pelaksanaan pemeriksaan tidak harus yang asli, dapat juga misalnya berupa fotocopy yang sesuai dengan aslinya.
6.      Pemeriksaan dapat dilakukan di kantor pemeriksa atau di tempat WP.
7.      Jangka waktu pemeriksaan terbatas:
a.       Pemeriksaan Lengkap harus diselesaikan dalam 2 bulan sejak tanggal surat pemberitahuan diterima oleh WP.
b.      Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL) selesai dalam waktu 1 bulan, sejak surat pemberitahuan diterima oleh WP.
8.      Dapat dilakukan perluasan pemeriksaan, baik untuk tahun-tahun sebelumnya maupun tahun sesudahnya yaitu dalam hal:
a.       SPT Tahunan, WP Orang Pribadi Badan menyatakan adanya kompensasi kerugian dari tahun-tahun sebelumnya yang belum dilakukan pemeriksaan.
b.      Sebab lain berdasarkan instruksi pemeriksaa, penyidikan, dan penagihan pajak.
9.      Setiap hasil pemeriksaan harus diberitahukan kepada WP secara tertulis yaitu mengenai hal-hal yang berbeda antara SPT WP dengan hasil pemeriksaan, dan selanjutnya untuk ditanggapi oleh WP.

2.5.2 Jenis-Jenis Pemeriksaan
1.      Pemeriksaan Rutin, yaitu pemeriksaan yang bersifat rutin yang dilakukan terhadap WP yang berhubungan dengan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakannya, yaitu antara lain dilakukan dalam hal berikut:
a.       SPT Tahunan PPh WP Badan atau Orang Pribadi Lebih Bayar (LB).
b.      SPT Tahunan PPh WP Badan yang menyatakan rugi tetapi tidak LB.
c.       WP mengajukan pencabutan NPWP atau PKP.
d.      WP tidak menyampaikan SPT Tahunan PPh walaupun sudah dikirimi surat teguran dan tidak mengajukan permohonan perpanjangan.
e.       WP melakukan kegiatan membangun sendiri.
f.       WP mengajukan permohonan untuk pemusatan PPN.
2.      Pemeriksaan Kriteria Seleksi, adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap WP Badan atau Orang Pribadi yang terpilih berdasarkan skor risiko tingkat kepatuhan secara komputerisasi.
3.      Pemeriksaan Khusus yaitu pemeriksaan dilakukan terhadap WP sehubungan dengan adanya data, informasi, laporan atau pengduan yang berkaitan dengan WP tersebut.
4.      Pemeriksaan WP Lokasi yaitu pemeriksaan dilakukan terhadap cabang, perwakilan, pabrik dan atau tempat usaha yang pada umumnya berbeda lokasinya dengan WP domisili. Pemeriksaan ini dilakukan dalam hal:
a.       SPT Tahunan PPh 21 atau SPT Masa PPN Lebih Bayar.
b.      SPT poin 1 tidak dimasukkan 2 tahun berturut-turut atau 3 bulan berturut-turut.
c.       Adanya permintaan dari unit pelaksana pemeriksa.
5.      Pemeriksaan Tahun Berjalan yaitu pemeriksaan untuk jenis-jenis pajak tertentu atau seluruh jenis pajak terhadap WP domisili atau WP lokasi yang umumnya masa pajak sampai dengan Oktober.
6.      Pemeriksaan Bukti Permulaan yaitu pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan. Bukti Permulaan adalah keadaan dan atau bukti-bukti, baik berupa keterangan, tulisan, perbuatan atau benda-benda yang dapat memberikan petunjuk bahwa suatu tindak pidana sedang atau telah terjadi, dilakukan oleh Wajib Pajak yang dapat menimbulkan kerugian pada negara.
7.      Pemeriksaan Terintegrasi yaitu pemeriksaan dilakukan secara terkoordinasi dari dua atau lebih unit pelaksana peme-riksaan pajak terhadap beberapa WP yang memiliki hubungan kepemilikan, pengusaan, pengelolaan usaha, dan atau hubungan finansial.
8.      Pemeriksaan Tujuan Penagihan Pajak yaitu pemeriksaan dilakukan untuk mendapatkan data mengenai harta WP atau penanggung pajak yang dapat merupakan objek sita sehubungan dengan adanya tunggakan pajak.
9.      Pemeriksaan terhadap WP Pindah Lokasi. Pemeriksaan dilakukan antara lain untuk melihat kepatuhan WP pada KPP lama atau adanya perubahan status.
10.  Pemeriksaan Ulang. Pemeriksaan ini antara lain disebabkan terdapatnya data baru yang semula belum terungkap yang dapat mengakibatkan penambahan jumlah pajak terhutang.
11.  Pemeriksaan Pajak dan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak. Pemeriksaan dilakukan terhadap WP dengan kriteria tertentu.
12.  Pemeriksaan WP pada KPP WP Besar. Pemeriksaan dapat dilakukan setiap tahun dengan ruang lingkup pemeriksaan PL, PSL, dan PSK.

2.5.3 Ruang Lingkup Pemeriksaan
            Ruang lingkup atau cakupan pemeriksaan terdiri dari pemeriksaan lapangan dan pemeriksaan kantor. Pemeriksaan Lapangan yaitu pemeriksaan yang dilakukan di tempat WP yang dapat mencakup kantor, pabrik, tempat usaha, tempat tinggal, dan tempat lain yang ada kaitannya dengan kegiatan usaha. Pemeriksaan lapangan dapat dibedakan:


1.      Pemeriksaan Lengkap (PL)
a.       Dilakukan terhadap WP, termasuk kerjasama operasi (KSO) dan konsorsium atas seluruh jenis pajak untuk tahun berjalan atau tahun-tahun sebelumnya untuk mencapai tujuan pemeriksaan.
b.      Dilakukan dalam jangka waktu 2 bulan dan dapat diperpanjang paling lama 6 bulan.
2.      Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL)
a.       Pemeriksaan dilakukan terhadap WP untuk satu, beberapa atau seluruh jenis pajak secara terkoordinasi antarseksi oleh Kepala Kantor dalam tahun berjalan
b.      atau tahun-tahun sebelumnya.
c.       Dilakukan dalam 1 bulan dan dapat diperpanjang paling lama 2 bulan.
Sedangkan pemeriksaan kantor yaitu pemeriksaan yang dilakukan di kantor unit pelaksana pemeriksaan pajak, dapat meliputi suatu jenis pajak tertentu, baik untuk tahun berjalan maupun tahun-tahun sebelumnya.
a.       Pemeriksaan hanya dapat dilakukan dengan Pemeriksaan Sederhana Kantor (PSK).
b.      Jangka waktu penyelesaian 4 bulan dan dapat diperpanjang paling lama 6 bulan.

2.5.4 Norma Pemeriksaan
1.    Ada empat (4) norma yang berkaitan di dalam pemeriksaan pajak, yaitu:
Norma Pemeriksaan yang berkaitan dengan Pemeriksa Pajak dalam Pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan, antara lain :
a.       Pemeriksa pajak harus memiliki tanda pengenal dan dilengkapi dengan surat perintah pemeriksaan.
b.      Pemeriksa wajib memberitahukan secara tertulis tentang akan dilakukannya pemeriksaan.
c.       Pemeriksa wajib memperlihatkan tanda pengenal dan surat perintah tersebut di atas. Pemeriksa wajib menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan.
d.      Hasil pemeriksaan dituangkan ke dalam kertas kerja pemeriksaan (KKP).
e.       Pemeriksa pajak wajib membuat Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) berdasarkan KKP. Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) adalah laporan tentang hasil pemeriksaan yang disusun oleh pemeriksa pajak secara ringkas dan jelas serta sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan pemeriksaan.
2.    Norma Pemeriksaan yang berkaitan dengan Pemeriksa Pajak dalam Rangka Pemeriksaan Kantor, antara lain :
a.       Pemeriksa pajak dengan menggunakan surat panggilan yang ditanda-tangani oleh pejabat yang berwenang.
b.      Pemeriksa wajib memberitahukan maksud dan tujuan pemeriksaan.
c.       Hasil pemeriksaan dituangkan ke dalam KKP.
d.      Pemeriksa wajib membuat LPP berdasarkan KKP.
e.       Pemeriksa wajib memberitahukan secara tertulis mengenai hasil pemeriksaan.
f.       Pemeriksa wajib memberi petunjuk mengenai penyelenggaraan pembukuan atau pencatatan.
3.    Norma Pemeriksaan yang berkaitan dengan Wajib Pajak, antara lain :
a.       WP berhak meminta kepada pemeriksa untuk memperlihatkan tanda pengenal dan surat perintah pemeriksaan.
b.      Berhak meminta penjelasan tentang maksud dan tujuan pemeriksaan.
c.       WP wajib memenuhi panggilan untuk datang menghadiri pemeriksaan.
d.      WP wajib memenuhi permintaan peminjaman buku-buku, catatan dsb.
e.       WP berhak meminta rincian yang berkenaan dengan hal-hal yang berbeda antara hasil pemeriksaan dengan SPT.
f.       WP atau kuasanya wajib menandatangani surat pernyataan persetujuan apabila WP menyetujui seluruh hasil pemeriksaan.
4.    Norma Pemeriksaan yang berkaitan dengan Pelaksanaan Pemeriksaan, antara lain :
a.       Pemeriksaan dapat dilakukan oleh seorang atau lebih pemeriksa pajak.
b.      Pemeriksaan dilaksanakan di Kantor Ditjen Pajak, di kantor WP, di kantor lainnya dsb atau di tempat lain yang ditentukan oleh Ditjen Pajak.
c.       Pemeriksaan dilaksanakan pada jam kerja, apabila dipandang perlu dapat dilanjutkan di luar jam kerja.
d.      Hasil pemeriksaan dituangkan dalam KKP.
e.       Laporan pemeriksaan pajak disusun berdasarkan KKP.
f.       Hasil pemeriksaan lapangan yang seluruhnya disetujui WP atau kuasanya, dibuatkan surat pernyataan tentang persetujuan dan ditanda-tangani oleh WP.
g.      Berdasarkan laporan pemeriksaan pajak, diterbitkan surat ketetapan pajak dan surat tagihan pajak, kecuali pemeriksaan dilanjutkan dengan tindakan penyidikan.

2.5.5 Teknik Pemeriksaan Pajak
            Penting bagi si pemeriksa pajak untuk memahami teknik-teknik dalam pemeriksaan. Hal ini bertujuan agar hasil pemeriksaan dapat terbukti dengan baik dan benar. Ada beberapa teknik dalam melakukan pemeriksaan pajak, yaitu:
1.      Melakukan Evaluasi khususnya terhadap kebenaran formal SPT mengenai informasi umum kegiatan usaha, kelengkapan SPT beserta lampiran-lampirannya dan juga Sistem pengendalian intern untuk pemisahan fungsi rangkap (penentuan apakah terdapat duplikasi/multi fungsi pada satu/beberapa orang).
2.      Analisis Angka-angka
a.       SPT vs Laporan keuangan.
b.      Perbandingan beberapa tahun terakhir (komparasi antarwaktu).
c.       Perbandingan dengan standar yang berlaku (komparasi di dalam perusahaan sendiri atau dengan perusahaan lain yang sejenis).
d.      Rasio (nisbah) biaya terhadap penjualan, produksi, dll.
3.      Melacak dan Memeriksa Dokumen
a.       Dokumen intern & ekstern (bila pengendalian intern sudah baik, tidak perlu dilakukan pelacakan & pemeriksaan atas dokumen intern).
b.      Pihak yang menerbitkan dokumen.
c.       Keabsahan dokumen (vouching).
d.      Proses dokumen.
4.      Pengujian Kaitan (Re-test atas proses dokumen).
a.       Dokumen dasar. Contoh: faktur penjualan (commercial/pajak) à DO (delivery order) yang merupakan bukti pengiriman barang.
b.      Arus barang. Rumusnya adalah persediaan awal ditambah pembelian dikurangi persediaan akhir lalu dicocokkan dengan buku penjualan.
c.       Arus uang. Rumusnya adalah saldo awal kas/bank + penerimaan – pengeluaran = saldo akhir atau saldo akhir + pengeluaran – saldo awal = penerimaan. Lalu dicocokkan antara cash opname dengan buku kas.
d.      Arus utang-piutang. Untuk utang akan diuji kaitannya dengan pembelian kredit. Rumusnya adalah saldo akhir utang + pelunasan utang – saldo awal utang = pembelian kredit. Sedangkan untuk piutang akan diuji kaitannya dengan penjualan kredit. Rumusnya adalah saldo akhir piutang + penerimaan piutang – saldo awal piutang = penjualan kredit.
5.      Pengujian atas Mutasi Setelah Tanggal Neraca
Penekanan terhadap pos-pos yang sangat relevan dengan kelengkapan penjualan & pembelian à utang-piutang.
6.      Pemanfaatan Informasi dari Pihak Ketiga
a.       Hasil pemeriksaan pajak WP lain.
b.      Data dari berbagai instansi pemerintah, BUMN/BUMD.
c.       Pihak ketiga lainnya : WP lain dan pengaduan masyarakat.
7.      Pengujian Fisik.
a.       Barang dagang à stock opname
b.      Kas à cash opname
c.       Inventaris/aktiva tetap à untuk mendeteksi apakah ada pencatatan fiktif/ganda, terutama untuk perusahaan group.
8.      Peninjauan ke Tempat-tempat Produksi, Penyimpanan, dan Penjualan
Untuk mengetahui proses produksi, uji atas metode penilaian persediaan barang dagang, dan mengetahui arus barang.
9.      Rekonsiliasi
Adalah upaya mencocokkan angka-angka dari 2 (dua) atau lebih sumber yang terpisah mengenai hal yang sama. Contoh :
a.       Penjualan à antara pencatatan pembukuan penjualan dengan SPT Masa PPN.
b.      Biaya karyawan à antara pencatatan pembukuan (audit report) dengan SPT Tahunan PPh Pasal 21.
c.       Rekonsiliasi bank à antara saldo rekening koran dengan buku kas/bank perusahaan.
10.  Konfirmasi
Upaya mendapatkan keterangan dari pihak ketiga untuk meyakinkan kebenaran atau keabsahan data atau informasi dari WP yang diperiksa melalui korespondensi (surat, facsimile atau bukti tertulis lain).
a.       Melakukan pemeriksaan keterkaitan terhadap pihak ketiga yang berhubungan dengan WP yang sedang diperiksa (dimintakan kepada Instansi pemeriksa pajak).
11.  Sampling
a.       Pengujian sebagian bukti-bukti yang dipilih berdasarkan metode tertentu (statistical & non statitistical sampling) dan representative (mewakili).
b.      Perencanaan. Dalam penentuan sampel harus dilihat hubungan antar sampel yang akan dipilih dengan tujuan pemeriksaan.
c.       Seleksi. Sampel yang dipilih harus dapat mewakili populasi.
d.      Tujuan. Untuk menghemat waktu & tenaga dalam menentukan sampai sejauh mana penyimpangan/deviasi dapat ditolerir.
e.       Pemakaian teknik sampling, dapat ditentukan oleh pemeriksa.
12.  Pemeriksaan WP yang pembukuannya menggunakan sistem komputer
a.       Tanpa menggunakan computer (audit around the computer)
Contoh : pemeriksaan dokumen konvensional untuk faktur pajak dibandingkan dengan output komputer.
b.      Menggunakan computer (audit through the computer).

2.5.6 Metode Pemeriksaan Pajak
Ada 2 metode dalam pemeriksaan pajak yaitu metode langsung dan tidak langsung.
1.      Metode langsung
Pengujian kebenaran/validitas angka-angka SPT secara langsung terhadap:
a.       Laporan keuangan.
b.      Sistem akuntansi/pembukuan (catatan, jurnal, buku besar/ledger/trial balance, dsb).
c.       Dokumen-dokumen pendukung pencatatan.
2.      Metode tidak langsung
Pengujian kebenaran/validitas angka-angka SPT secara tidak langsung melalui perhitungan tertentu, antara lain:
a.       Digunakan untuk melengkapi metode metode langsung, apabila metode langsung tidak sepenuhnya dapat dilaksanakan. Indikatornya antara lain :
1.    Pembukuan/catatan WP tidak lengkap/tidak dipercaya kebenarannya.
2.    Buku/catatan/dokumen pendukung tidak ada/hilang.
3.    Diketemukan ketidakberesan dalam pembukuan/catatan WP (pengendalian intern lemah).
4.    Antara penghasilan dengan pengeluaran pribadi tidak serasi.
5.    WP memilih untuk menggunakan norma penghitungan.
6.    Hasil perhitungan metode tidak langsung merupakan petunjuk awal (sehingga masih perlu dilakukan pembuktian secukupnya untuk dapat mengambil kesimpulan) ketidakbenaran angka-angka dalam SPT.

Metode tidak langsung dibagi lagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
a.    Metode transaksi tunai
1.    Landasan/dasar pemakaian metode ini adalah perkiraan kas secara sederhana:
a.    Debet à semua penerimaan
b.    Kredit à seluruh pengeluaran
Catatan: Didalam penerimaan & pengeluaran tsb, termasuk yang bukan obyek pajak dan pengeluaran yang tidak dapat dikurangkan
2.    Sumber data :
a.       SPT
b.      Buku kas/buku bank
c.       Salinan rekening koran
d.      Hasil wawancara (tanya-jawab) dengan WP
3.    Informasi lain yang perlu diperoleh :
a.       Pinjaman : bank, relasi dagang, afiliasi, lainnya.
b.      Pengeluaran yang bersifat pribadi.
c.       Pemilikan harta.
d.      Jumlah tanggungan keluarga
4.    Hasil perhitungan :
a.       Jika jumlah kredit lebih besar daripada jumlah debet maka ada indikasi WP tidak melaporkan penghasilan yang sebenarnya.
b.      Jika jumlah debet lebih besar daripada jumlah kredit maka perlu penelitian yang lebih seksama karena kemungkinan WP tidak melaporkan seluruh pengeluarannya (khususnya yang memiliki implikasi pemotongan/pemungutan pajak).
5.    Untuk keperluan Perhitungan PKP :
a.       Penghasilan yang bukan obyek pajak akan dikurangkan.
b.      Pengeluaran yang tidak boleh dikurangkan akan ditambahkan.
6.    Saldo awal/akhir piutang & utang akan dimasukkan dalam perkiraan kas (dalam hal WP menggunakan sistem pembukuan akrual basis) :
a.       Piutang merupakan sumber uang tunai. Saldo awal dicatat di debet & saldo akhir dicatat di kredit.
b.      Utang merupakan kewajiban. Saldo awal dicatat dikredit (akan menjadi pengeluaran) & saldo akhir dicatat didebet (karena merupakan pengeluaran yang ditunda).

b.    Metode transaksi bank
1.    Dasar Pemakaian :
a.       Jika sebagian besar penerimaan dan pengeluarannya melalui bank.
b.      Tidak sepenuhnya menyelenggarakan pembukuan.
2.    Formula perhitungan :
a.       Jumlah semua setoran ke bank = A
b.      Setoran yang bukan obyek pajak = B
c.       Setoran yang merupakan obyek pajak C = A-B
d.      Peneriman yang tidak disetorkan ke Bank = D
e.       Peredaran usaha/penerimaan bruto seharusnya E = C+D
f.       Peredaran usaha/penerimaan bruto menurut SPT = F
g.      Koreksi peredaran usaha (yang tidak dilaporkan) G = E-F
3.    Sumber data: Semua rekening bank, baik atas nama pribadi maupun atas nama badan usahanya.

c.    Metode sumber dan penggunaan dana
1.    Mekanisme: Debet merupakan sumber dana sedangkan kredit merupakan penggunaan dana.
2.    Sumber dana, terdiri dari :
a.    Penurunan dalam pos-pos harta
b.    Kenaikan pos-pos utang
c.    Penghasilan baik yang menjadi obyek pajak maupun yang bukan obyek pajak
d.   Biaya-biaya yang tidak memerlukan penggunaan uang kas/bank à penyusutan/amortisasi
e.    Kompensasi kerugian tahun lalu
3.    Penggunaan dana, terdiri dari :
a.       Kenaikan dalam pos-pos harta
b.      Penurunan pos-pos utang
c.       Pengeluaran pribadi
d.      Kerugian dari penjualan aktiva tetap

d.   Metode perbandingan kekayaan bersih
1.    Persamaan Akuntansi: Harta – Utang = Kekayaan Bersih
2.    Formula perhitungan :
a.    Kekayaan bersih akhir tahun = A
b.    Kekayaan bersih awal tahun = B
c.    Selisih kekayaan bersih C = A-B
d.   Biaya yang tidak boleh dikurangkan = D
e.    Penghasilan yang bukan obyek pajak = E
f.     Penghasilan yang merupakan obyek pajak F = C+D-E
3.    Baik harta maupun utang, tidak ada yang fiktif atau yang ditinggikan nilainya
4.    Harta dan utang milik/kewajiban pribadi masuk dalam perhitungan (bagi WPOP)
5.    Baik kenaikan maupun penurunan kekayaan bersih, harus diteliti sebab-sebabnya

e.    Metode perhitungan prosentase
Perbandingan angka-angka prosentase dengan prosentase pada perusahaan sejenis berdasarkan:
1.      Publikasi komersial
2.      Hasil pemeriksaan pada perusahaan sejenis
3.      Data-data tahun-tahun sebelumnya yang ada pada perusahaan itu sendiri
Indikator yang dapat dijadikan bahan perbandingan :
a.    Jenis komoditinya sejenis
b.    Besarnya kegiatan usaha relatif sama
c.    Letak usaha
d.   Masa (tahun) yang diperiksa
e.    Kebijaksanaan perdagangan umum

f.     Metode satuan dan volume
1.    Digunakan dalam hal:
a.         Jenis komoditi yang diusahakan terbatas
b.        Harga relatif stabil sepanjang tahun
c.         Umumnya dilakukan untuk perusahaan perdagangan & industri (kurang lazim diterapkan atas perusahaan jasa)
2.    Contoh penerapan:
a.         Peredaran usaha menurut SPT = Rp 120.000.000,-
b.        Laba kotor menurut SPT = Rp 12.000.000,-
c.         Rasio laba kotor terhadap peredaran usaha = 10%
Data tersedia:
1.    Komoditi yang terjual sebanyak 150 satuan
2.    Harga jual rata-rata setiap komoditi @ Rp 1.250.000,-
Perhitungan kembali:
1.      Peredaran usaha = 150 X Rp 1.250.000,- = Rp 187.500.000,-
2.      Laba kotor = 10% x Rp 187.500.000,- = Rp 18.750.000,-

g. Metode pendekatan produksi
1.      Inti: Penghitungan jumlah produk atau barang yang dapat diproduksi berdasarkan kapasitas yang tersedia atau terpasang dan/atau rendemen setelah memperhitungkan persediaan awal.
2.      Biasanya diterapkan terhadap perusahaan pabrikasi/manufaktur/industri.

h. Pendekatan biaya hidup
1.      Diterapkan terhadap WP OP yaitu untuk menguji kewajaran jumlah penghasilan yang dilaporkan dalam SPT dibandingkan dengan biaya hidupnya.
2.      Rumusnya adalah: Penghasilan neto dikurangi dengan PPh terutang (dengan memperhitungkan PTKP dan sumber penerimaan lainnya yang bukan obyek pajak atau yang telah dipungut PPh yang bersifat final) lalu dikurangi dengan pengeluaran biaya hidup. Hasilnya merupakan koreksi penghasilan (dianggap penghasilan yang belum dilaporkan).
3.      Faktor yang perlu diperhatikan dalam penentuan jumlah biaya hidup yang wajar adalah jumlah tanggungan WP, pola dan gaya hidup WP dan keadaan tempat tinggal WP. Hal-hal lain yang dianggap mempengaruhi besarnya biaya hidup (misalnya: kebijakan pemerintah atas patokan minimal biaya hidup untuk masing-masing daerah

 

2.6 PENYIDIKAN
2.6.1 Pengertian Penyidikan Pajak
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Penyidikan pajak adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi, serta menemukan tersangkanya.[[1]] Penyidikan pajak dilakukan oleh pejabat pegawai negeri di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.[[2]] Penyidikan pajak dilakukan sebagai akibat tindak lanjut dari pemeriksaan bukti permulaan. Penyidikan merupakan proses kelanjutan dari hasil pemeriksaan yang mengindikasikan adanya bukti permulaan tindak pidana perpajakan.[[3]] Tindak pidana di bidang perpajakan meliputi perbuatan; yang dilakukan oleh seseorang atau oleh badan yang diwakili orang tertentu (pengurus), memenuhi rumusan undang-undang, diancam dengan sanksi pidana, melawan hukum, dilakukan di bidang perpajakan, dan dapat menimbulkan kerugian bagi pendapatan negara.

2.6.2 Dasar Hukum

Dasar Hukum penyidikan pajak tertuang dalam Pasal 44, UU KUP. Pasal 44, UU KUP berbunyi sebagai berikut:

  • (1) Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan hanya dapat dilakukan oleh Pejabat pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik tindak pidana di bidang perpajakan.
  • (2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
a.menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;
b.meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
c.meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana dibidang perpajakan;
d.memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
e.melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f.meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan;
g.menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempatpada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda,dan/atau dokumen yang dibawa;
h.memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
i.memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
j.menghentikan penyidikan;dan/atau
k.melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.
  • (3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memeberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum melalui penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-Undang Hukum Acara Pidana.
  • (4) Dalam rangka pelaksanaan kewenangan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyidik dapat meminta bantuan aparat penegak hukum lain.

Dasar hukum lain yang terkait dengan penyidikan pajak adalah
  1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-202/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-130/PMK.03/2009 tentang Tata Cara Penghentian Tindak Pidana di Bidang Perpajakan untuk Kepentingan Penerimaan Negara
  3. Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-47/PJ/2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan Terhadap Wajib Pajak yang Diduga Melakukan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan
  4. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-272/PJ/2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengamatan, Pemeriksaan Bukti Permulaan, dan Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan

2.6.3 Unsur-Unsur Tindak Pidana di Bidang Perpajakan

Agar suatu perbuatan dapat digolongkan ke dalam perbuatan tindak pidana di bidang perpajakan, perbuatan tersebut harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut[[4]]
  1. Unsur Subyek
  2. Unsur Perbuatan
  3. Unsur Akibat
  4. Unsur Kesalahan



BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN


A.      KESIMPULAN
1.      Keberatan adalah cara yang ditempuh oleh wajib Pajak jika merasa tidak/kurang puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga.
2.      Banding merupakan proses/tahap selanjutnya dari keberatan apabila SK Keberatan tidak dapat menjadi Wajib Pajak puas yang diajukan ke Pengadilan Pajak.
3.      Jangka Waktu Pengajuan Gugatan
a.       Gugatan terhadap angka 1 diajukan paling lambat 14 hari sejak pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan atau Pengumuman Lelang;
b.      Gugatan terhadap angka 2, 3, dan 4 diajukan paling lambat 30 hari sejak tanggal diterima Keputusan yang digugat.
4.      Alasan-alasan Peninjauan Kembali
a.       Putusan Pengadilan Pajak didasarkan pada kebohongan atau tipu muslihat;
b.      Terdapat bukti tertulis baru penting dan bersifat menentukan;
c.       Dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari yang dituntut.
d.      Ada suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya;
e.       Putusan nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
5.      Jangka Waktu Peninjauan Kembali
a.       Permohonan Peninjauan Kembali dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan 2 diajukan paling lambat 3 bulan sejak diketahuinya kebohongan atau tipu muslihat atau ditemukan bukti tertulis baru;
b.      Permohonan Peninjauan Kembali dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam angka 3, 4, dan 5 diajukan paling lambat 3 bulan sejak putusan dikirim oleh Pengadilan Pajak.
6.      Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak dilakukan dalam beberapa hal, yaitu:
a.       SPT menunjukkan kelebihan pembayaran pajak, termasuk yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak.
b.      SPT Tahunan Pajak Penghasilan menunjukkan rugi fiskal.
c.       SPT tidak disampaikan atau disampaikan tidak pada waktu yang telah ditetapkan.
d.      SPT yang memenuhi kriteria seleksi yang ditentukan oleh Dirjen Pajak.
e.       Ada indikasi kewajiban perpajakan selain kewajiban tersebut pada angka 3 tidak dipenuhi.
7.      Sedangkan pemeriksaan untuk tujuan lain dilakukan dalam hal:
a.       Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) secara jabatan.
b.      Penghapusan NPWP.
c.       Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan pengusaha kena pajak.
d.      Wajib Pajak mengajukan keberatan.
e.       Pengumpulan bahan guna penyusunan norma penghitungan penghasilan neto.
f.       Pencocokan data dan atau alat keterangan.
8.      Penyidikan merupakan proses kelanjutan dari hasil pemeriksaan yang mengindikasikan adanya bukti permulaan tindak pidana perpajakan. Tindak pidana di bidang perpajakan meliputi perbuatan; yang dilakukan oleh seseorang atau oleh badan yang diwakili orang tertentu (pengurus), memenuhi rumusan undang-undang, diancam dengan sanksi pidana, melawan hukum, dilakukan di bidang perpajakan, dan dapat menimbulkan kerugian bagi pendapatan negara.
9.      Unsur-unsur tindak pidana di bidang perpajakan antara lain:
a.       Unsur Subyek
b.      Unsur Perbuatan
c.       Unsur Akibat
d.      Unsur Kesalahan


B.       SARAN
Berdasarkan Uraian diatas, maka yang dapat kami sarankan adalah :
1.      Sebaikanya dilakukan sosialisasi yang lebih efektif dalam hal pemberitahuan dan pengenalan pajak, mekanisme pembayaran, sanksi apabila melanggar, dan bagaimana proses/tata cara pengajuan keberatan, banding, gugatan, dan peninjauan kembali agar tidak banyak dari masyarakat kita yang keliru.
2.      Fiskus dan/atau pemungut pajak hendaknya berhati-hati dan mawas diri dalam hal penagihan/pemungutan pajak, agar tidak terjadi yang namanya kesalahpahaman dan wajib pajak mengajukan kebertan atas perilaku seorang fiskus/pemungut pajak terhadap wajib pajak.










DAFTAR PUSTAKA


Soemitro, Rochmat. 1991. Asas dan Dasar Perpajakan 3. Bandung: Eresco
TP, Handayanto. 2013. Bahan Ajar Ketentuan Umum Perpajakan Prodip I Keuangan Spesialisasi Pajak. Jakarta.
Anonymous. 2012. Penyidikan. [Online]
http://id.wikipedia.org/wiki/Penyidikan Terakhir diubah pada 10.19, 18 Oktober 2012

M Zulhunain Fahmi. 2012. Keberatan dan Banding dalam Perpajakan. [Online]
Diakses Tanggal 12 Maret 2013 Pukul 15.00

Ifan. 2008. Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak. [Online] http://pajak36.blogspot.com/2008/11/pemeriksaan-dan-penyidikan-pajak.html
Diakses Tanggal Selasa, 11 November 2008 Pukul 18.49

Daniella Aristha. 2011. Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak. [Online]
Diakses Tanggal Sabtu, 17 Desember 2011 Pukul 18.02


Referensi:
[[1]] Pasal 1 angka 31,UU KUP.
[2] Pasal 44 angka (1), UU KUP
[3] Pengertian Penyidikan
[4] Slide 19, Presentasi Penegakan Hukum di Bidang Perpajakan, Subdirektorat Intelijen dan
      Penyidikan, Direktorat Jenderal Pajak




[[1]] Pasal 1 angka 31,UU KUP.
[[2]] Pasal 44 angka (1), UU KUP
[[3]] Pengertian Penyidikan
[[4]] Slide 19, Presentasi Penegakan Hukum di Bidang Perpajakan, Subdirektorat Intelijen dan Penyidikan, Direktorat Jenderal Pajak